Pemicu KDRT Menurut Psikolog IAIN Kudus
FDKI IAIN Kudus- Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) belakangan ini kembali mengemuka. Korban melaporkan pelaku ke polisi. Terjadinya kekerasan disebabkan oleh berbagai hal. Dosen psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Hj Farida mengungkapkan beberapa pemicu kekerasan dalam rumah tangga. Pertama, ketika melihat kasus KDRT sebenarnya yang terjadi adalah relasi rumah tangga yang tidak setara. Kadang suami ke istri, orang tua ke anak, karena relasi yang tidak setara.
Meskipun kehidupan keluarga adalah hubungan yang sehat, itu melibatkan rasa saling menghormati dan pengetahuan yang baik tentang posisi seseorang. Melakukan kegiatan ini menciptakan hubungan yang sehat di rumah. “Kedua, KDRT muncul karena adanya pemicu seperti kondisi ekonomi, sosial, maupun pendidikan, sehingga dalam pelampiasan emosi dilakukan dengan cara yang salah, merugikan, dan merusak,” tuturnya, Senin (23/1/2023) malam.
Ketiga, faktor kepribadian dari pelaku. Meskipun kepribadian dianggap telah melekat pada diri seseorang, namun hal tersebut sifatnya tidak statis. Bisa berubah dan bahkan bisa diminimalisasi. “Tapi, jika terkait dengan temperamental dan mudah emosi, sebaiknya kita melakukan aktivitas lain. Artinya, kita bisa cepat berbalik ketika ingin marah, meski emosi itu ada di bawah kesadaran orang tersebut,” terangnya.
Pengurus PC Fatayat NU Kudus menunjukkan bahwa jika nilai-nilai agama yang dianut pelaku dapat diterapkan dengan baik, maka dapat menjadi filter dan pedoman untuk tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Selanjutnya, Kontrol sosial harus diperhatikan. Masyarakat sekitar harus menjaga lingkungannya. Termasuk membuka dan tidak menutup. Dengan bersikap terbuka, akan lebih mudah bagi orang-orang di sekitar Anda untuk membantu ketika ada tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga. “Idealnya, kasus KDRT harus disertai dengan sanksi dan diawasi. Namun, yang mengetahui kasus tersebut jangan dijadikan pedoman untuk melakukan hal yang sama. Sebagian orang melihat KDRT sebagai urusan keluarga atau pribadi, sehingga kasus-kasus tersebut adalah tidak dilaporkan atau tidak ingin orang lain tahu.," sesalnya. Farida berpesan kepada para korban agar tidak menganggap hal ini sebagai aib dan urusan rumah tangga yang tidak boleh dipublikasikan. Namun, ketika kasus kekerasan dalam rumah tangga terungkap, baik oleh orang biasa maupun tokoh masyarakat, sebenarnya hal itu bisa menjadi pelajaran bagi kita. “Bahwa ketidakadilan atau kekerasan dapat dilaporkan dan dibenarkan secara hukum untuk mengambil tindakan terhadap pelaku dan mencari upaya hukum untuk melindungi korban.” ucapnya. (rohim)
Nb: Gambar hanya ilustrasi